Total Pageviews

Saturday, 30 May 2015

IKLAN BAHAYA MEROKOK DAN LOGIKA PEMBUNUHAN













Dari banyak tulisan ‘serius’ tentang kampanye anti maupun pro rokok/tembakau menjelang hari tanpa tembakau sedunia- 31 Mei 2015, saya secara tak sengaja membaca lembaran koran lama tertanggal 13 juli 2014. Dalam rubrik sambung rasa, koran Kedaulatan Rakyat Yogyakarta tersebut, seorang yang bernama Ir Widiastjarjo menyampaikan uneg-unegnya dengan logika sederhana yang begitu menarik :

Logika dan Zat Pembunuh
“Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”. Iklan ini lebih diseramkan lagi dengan ’merokok adalah membunuh’. Logisnya maka para pabrik rokok adalah ‘kelompok pembunuh’. Kerjasama event olah raga dengan pabrik rokok adalah  bentuk ‘kejahatan’ karena bekerjasama dengan ‘kelompok pembunuh’ dan ‘kelompok penyebab’ diatas.

Perokok aktif adalah ‘kelompok bunuh diri’ sedangkan perokok pasif yang  berada di daerah boleh merokok(smoke area) adalah kelompok pada daerah rawan pembunuhan. Maka pelanggaran sengaja atau tidak terhadap iklan tersebut, apakah dapat masuk kategori ‘pembunuhan berencana’ ataukah memang ada unsur kesengajaan membunuh.

Dalam logika keimanan kita, Allah SWT menciptakan daun  tembakau sebgai bahan rokok, pasti ada maksud “manfaat” selain kemungkinan ‘jahat’ seperti tersebut diatas. Namun kita juga yakin Allah SWT akan memberikan yang terbaik bagi umat-Nya. Adalah sebuah tantangan bagi ilmuwan akademisi, untuk segera dan bersegeralah menguak rahasia Allah SWT terhadap nikotin tembakau. Jika hasilnya positif dapat mengeliminir atau meminimalisir dampak negatif ‘bunuh-membunuh’, maka diseyogiakan iklan tersebut diubah redaksinya, istilah rokok menjadi nikotin tembakau, agar tidak bersangkut paut dengan KUHP.

Bagaimana opini komunitas BPOM dan yayasan konsumen serta para ilmuwan dan yustisi?. Kita masyarakat tembakau Indonesia berharap solusi terhadap nikotin tembakau tidak kelamaan.

***
Masuk akal juga, yang disebut Ir Widiastjarjo, bahwa Allah SWT menciptakan sesuatu pasti ada manfaatnya. Jadi, sebenarnya apa penyebab ngotot-nya kampanye anti tembakau untuk segera ‘menghabisi’ tembakau  : “Tembakau dapat Membunuh, jangan terkecoh” (2000) dan “Tobacco: mematikan dalam berbagai wujudnya” (2006), Olah raga dan Seni tanpa tembakau (1993),Film bebas dari tembakau, Fashion bebas dari tembakau ( 2003), dan masih banyak lagi. * 

Saya tidak tahu, apakah Ir Widiastjarjo sudah mendapatkan jawaban atas uneg-unegnya diatas, tetapi setidaknya pernyataan Harvey Brenner sebagaimana dikutip Rhenald Kasali berikut memberi gambaran sebuah kondisi akibat ‘pembunuhan tembakau’: “membunuh tembakau dengan segala industrinya di Indonesia, termasuk industri terkait lainnya, akan menyebabkan naiknya angka pengangguran rakyat Indonesia. Dan setiap 10% kenaikan penganggur menyebabkan kematian naik jadi 1,2%, serangan jantung 1,7% dan harapan hidup berkurang 7 tahun”.

(Kompas, 1/12/08)



Jadi, permasalahnnya bukan terletak pada apakah kita anti atau pro rokok( tembakau), tetapi  permasalahannya terletak pada sikap obyektif dan proporsional dalam memandang sebuah persoalan. Sebab meminjam istilah filsuf perempuan Simone de Beauvoir, “personal is political” atau “yang personal adalah politis”, maka keputusan yang personal sifatnya dapat mengubah realitas yang luas dalam masyarakat. So, think before act.

*tema  WHO  dalam Hari Tanpa Tembakau (wikipedia)

baca juga :
cak nun : jangan terlalu menganiaya rokok
World No Tobacco Day: Kenapa Memusuhi Tembakau?



No comments:

Post a Comment